Hari sabtu yang lalu, ketika saya sedang kerja bakti sendirian di halaman rumah, saya dibuat terkejut. Saya terkejut bukan karena sebuah ledakan yang menggelegar ataupun sejenisnya., tapi saya terkejut karena mendengar seorang laki-laki yang bersenandung. Dan senandung yang saya dengar itu tidak seperti biasanya, senandung itu begitu miris terdengar, membuat orang yang mendengarnya menjadi tergugah. “Akuuu…buuukannn…siapaaa.. siapaaa…., akuuu… buuukannn… manuusiiiaaaa…”
Saya langsung beranjak dan mendekati sumber senandung itu…, ternyata senandung itu berasal dari petugas kebersihan yang sedang mengambil sampah di tempat sampah rumah saya.
“Kalau bukan manusia…, apa dong…, Mas?”, saya mencoba berkomentar.
“Saya tukang sampah…, Pak”, katanya singkat dengan air muka yang sedih.
“Lhooo…, memangnya tukang sampah bukan manusia“, saya mencoba menetralisir suasana, karena saya menangkap sesuatu kesedihan di matanya.
“Iya…, manusia sih memang manusia…, tapi saya ini dianggap bukan manusia…Pak…, saya ini dianggap sampah…, pagi-pagi begini udah dimarahin orang…, dan dilempar sampah…”.
“Lhooo…, koq bisa-bisanya di lempar sampah…?”, tanya saya lagi.
“Iya …itu…, sampah di rumahnya pada berantakan…, karena penuh dan mungkin diacak-acak kucing…, pas pada waktu itu saya datang…, dia langsung marah-marah…, dan saya dilempar sekantong sampah…, pas sekali kena badan saya…, dia langsung buang muka dan masuk ke rumahnya”.
“Ooo…, begitu…, mungkin dia lagi selon Mas…, nggak usah dimasukin dalam hati…, orang kadang-kadang begitu…, membeda-bedakan orang…, dan kadang-kadang meremehkan orang lain…, lupain aja Mas…, biarin aja…, di mata orang… kita boleh dianggap rendah…, tapi di mata Tuhan kita semuanya sama…, Mas…, nggak beda….”.
“Eh…, udah sarapan belum…?” , tanya saya, “mau nasi uduk ya…?”, “ada berapa orang…?”.
“Waah…Bapak…, jangan repot-repot Pak…, jangan…!”, katanya lagi
“Nggak…., nggak repot…, kamu semuanya ada berapa orang…?“
“Lima…, Pak…, matur suwun Pak…!”, jawabnya sumringah.
Begitulah cuplikan kisah di hari Sabtu yang lalu.
Manusia memang selalu membeda-bedakan manusia, manusia biasanya mau bergaul hanya dengan manusia yang sama derajatnya dan selalu merasa jengah atau lebih ekstremnya merasa jijik untuk bergaul atau berinteraksi dengan manusia yang derajatnya ada di bawahnya. Dan ketika dia harus berhadapan dengan manusia yang derajatnya berada di bawahnya, maka dia akan memperlakukannya tidak seperti sedang berhadapan dengan mausia, dia memperlakukannya seolah-olah barang mati yang tidak berharga dan tidak mempunyai harga diri dan perasaan. Padahal Allah Bapa kita selalu memperlakukan sama kepada seluruh bangsa yang ada di muka bumi ini…, tanpa terkecuali.
Di dalam Yehezkiel 25 ayat 8 dikatakan: Beginilah Firman Tuhan Allah: “Oleh karena Moab berkata: Sungguh, kaum Yehuda adalah sama dengan semua bangsa lain“ Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa semua bangsa di dunia adalah sama derajatnya di hadapan Allah, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada pula yang lebih rendah derajatnya, karena Allah tidak membedakan orang. (Kisah Para Rasul 10 ayat 34)
Apabila selama ini kita masih memperlakukan perbedaan di dalam hati kecil kita dan di dalam kehidupan kita, marilah kita ubah diri kita seturut dengan Firman Allah, sehingga kedamaian di muka bumi ini akan tercipta dan semuanya itu dimulai dari diri kita, Amin.
Salam sejahtera dan Tuhan senantiasa memberkati kita semua.